Aku seorang wanita berusia 27 tahun , namaku Brittany Alexandria. Aku merupakan salah satu lulusan cum laude Universitas Indonesia dan sekarang aku bekerja di salah satu perusahan iklan yang cukup ternama di Negara aku tinggal. Di umurku yang hampir memasuki kepala tiga ini, rata-rata wanita dewasa pada umumnya mungkin sudah menikah atau bahkan telah memiliki buah hati. Tapi sayangnya itu semua tidak terjadi padaku, I’m not single but I’m waiting to be taken by him, he that I love and love me. Dia yang sudah 4 tahun menjalin hubungan special denganku, dia yang membuat hidupku menjadi lebih indah, dia yang membuat aku merasa sangat dicintai, dia yang dengan tatapan lembutnya bilang padaku ‘only you cupid’ dan saat itu aku melihat sorotan kejujuran dari matanya. Seorang pria indo-blasteran bernama Christian Ferdinand. Aku berharap kelak suatu saat nanti dia benar-benar menjadi calon suamiku, dia akan mewujudkan salah satu impianku untuk menjadi seorang istri sekaligus ibu untuk anak-anak kami. I wish so much with that.
Tiba-tiba aku teringat kembali dengan kejadian satu tahun silam, kejadian dimana dia memutuskan untuk menerima tawaran pekerjaan di Prancis. Disatu sisi aku senang karena dengan begitu impiannya menjadi businessman yang sukses akan segera terwujud tapi disisi lain aku sedih karna itu artinya aku harus jauh dengannya, jauh dengan dia yang aku cintai. Namun aku juga tak ingin menjadi penghalang kesuksesannya, aku berusaha menghilangkan sifat paranoid ku ini. Di hari keberangkatannya aku berusaha untuk tidak meneteskan air mata setidaknya sampai dia berangkat tapi ternyata aku tidak bisa menahannya, air mataku mengalir begitu saja.
“Jangan sedih cupid ! gaakan terjadi apa-apa aku kan cuma pergi beberapa waktu bukan selamanya lagian kan kita masi bisa e-mail, telpon, atau webcame an.” katanya sambil mengusap air mataku
“Aku ga sedih ko, justru aku seneng kamu bisa dapet apa yang selama ini kamu mau” jawabku dengan binar-binar air mata di mataku.
“Bener? kalo gitu kenapa kamu nangis? kamu takut kehilangan aku ya?”katanya dengan percaya diri.
Aku terdiam, entah apa yang akan aku katakan padanya ‘haruskah aku bilang bahwa aku sangat sedih sekarang atau berpura-pura aku baik-baik saja?’.
“I believe it’s everything gonna be okay hon” jawabku berusaha meyakinkan, satu kalimat yang ku kira mampu untuk menggambarkan perasaan ku saat ini.
“That’s right cupid, I promise I will come back for you” katanya seraya ketika hendak meninggalkanku.
Sebuah kecupan hangat mendarat di keningku. Ku rasakan jantungku berdetak kencang
saat itu. Perasaan yang sama ketika pertama kali aku bertemu dengan dia, perasaan yang selalu membuatku merasa bahwa he’s the one, he’s my future.
“I’m waiting for you hon” jawabku sambil melambaikan tangan.
Itulah kata-kata terakhir dari percakapan kami sebelum dia berangkat. Sudah hampir satu tahun aku tidak bertemu dia, sekarang aku hanya bisa memandanginya dari kejauhan, membayangkannya hadir disampingku meskipun itu semua hanya ilusi karena aku terlalu merindukannya. Tiba-tiba handphone ku berdering dan terdapat satu pesan masuk dari Christian.
“Hey cupid, how are you doing?”
“Duduk di temani laporan-laporan yang mesti aku kerjakan, kamu?” jawabku.
“Aku baru sampai kantor, semangat ya kerjanya… jangan lupa makan cupid” katanya dari sebrang sana.
“Iyaa kamu juga ya. don’t be naughty, keep in love” jawabku sambil menekan tombol send.
Yaa tidak berlebihan memang jika aku merasa jealous, bagaimana tidak bisa ku bayangkan wanita-wanita prancis disana pasti cantik-cantik dan sexy. Kalau dibandingkan denganku, mungkin aku tidak ada apanya. Bukan tidak mungkin jika Christian tertarik dengan wanita yang lebih segalanya dariku. Kemudian bunyi ponselku menyadarkan aku dari lamunanku. Ku raih ponsel mungil berwarna pink dari atas meja kerjaku, satu pesan masuk mucul di layar ponselku.
“Don’t be afraid, only you in my heart cupid”
“Hahaha are you seriously?” Jawabku dengan nada sedikit meledek
“I’m seriously, there is no more serious than my feeling to you cupid” katanya berusaha meyakinkan
“Gombal ah” jawabku ketus
Rayuannya memang terdengar seperti tukang obral di pasar tanah abang, namun harus Kuakui kata-kata itu berhasil membuatku tersenyum lebar. Dari dulu dia memang selau bisa mengaduk perasaanku. Dia bisa membuatku ternyum begitu bahagia, tertawa karena kekonyolan yang dia buat, menangis, bahkan membuatku badmood sehariaan. Christian, Christian….. mengapa kau membuatku seperti ini! batinku. Dan hanya Selang beberapa detik setelah konfirmasi pengiriman muncul satu pesan masuk di layar ponselku dan bisa ku duga itu dari Christian.
“Don’t you trust me?” katanya
“Hem okey, I trust you. Don’t make me disappointed hon !”
“I will keep your feelings, yaudah nanti lagi ya aku mesti siap-siap untuk ketemu client. Take care cupid ”
“you too honey”
Aku berusaha tidak berfikiran negative toh selama ini yang aku lihat Christian masih sama seperti dulu dan tidak ada yang berubah dari dirinya ketika memperlakukanku. Setelah percakapan kami di e-mail tadi siang, dia memang belum menghubungiku kembali. Kami sibuk dengan urusan masing-masing, dia dengan pekerjaaanya dan aku pun juga begitu. Banyak laporan yang mesti aku selesaikan karena besok aku mesti mempresentasikan dengan client yang mempercayai proyeknya untuk di tangani oleh perusahaan aku bekerja dan kali ini aku diberi kepercayaan penuh untuk menanganinya. Sudah jam setengah delapan malam tapi laporanku masih belum selesai. Tiba-tiba seseorang masuk ke dalam ruanganku, yaa aku memang punya ruangan sendiri di kantor.
“Belum selesai lex?”
“Yaa seperti yang lo liat ini” jawabku singkat. Tanganku masih menari-nari di atas papan keybord.
“Sini gue bantu” pinta Kevin yang melihatku begitu lelah, dia adalah teman yang cukup dekat denganku di kantor. Salah satu alasan kedekatan kami mungkin karena ruang kerja kami yang bersebelahan. Terkadang dia begitu baik padaku tapi terkadang dia begitu sangat menyebalkan.
“Hem gausah, bentar lagi kelar kok”
“Yaudah kalo gitu gue duluan ya, oiya ini hot chocolate buat lo” jawabnya sambil memberikan hot chocolate kesukaanku
“Tumben lo baik sama gue vin, ada angin apanih?” tanyaku mendelesik
“Yeee gue baik salah ngisengin lo juga salah, mau lo apasih lex?
“Ha… Ha… Ha gue kan cuma ngerasa aneh aja vin, emangnya gaboleh apa gue nanya gitu?” jawabku
“Ya boleh sih tapi kok kayanya lo gak percayaan banget sih sama gue, tenang aja gue gak ngasi racun di minuman lo” jawabnya geram
“Gue juga gak mikir sejauh itu kali… tapi makasi ya buat hot choclatenya”
“samasama lex” jawabnya seraya meninggalkan ruanganku.
Pagi ini aku terbangun dengan rasa malas yang luar biasa. Ku buka jendela kamarku, ku lihat di luar udara begitu sejuk karena semaleman hujan lumayan deras. Aku segera bersiap untuk berangkat ke kantor, karena pagi ini aku ada janji untuk bertemu dengan client. Setelah selesai bersiap, aku langsung menuju mobil jazz berwarna silver yang terparkir di halaman rumahku. Seperti biasa aku selalu mengendarainya sendiri ke kantor tanpa supir, mataku masih sedikit mengantuk karena semalam aku harus rela tidak tidur seperti biasanya untuk menyelesaikan laporanku itu. Sesampainya di kantor, bos ku telah berdiri di depan pintu masuk mengisyaratkan agar aku segera mengikutinya. Ku bawa semua berkas-berkas yang akan digunakan selama presentasi berlangsung. Seusai bertemu client tadi pagi, setidaknya siang ini aku dapat beranafas lega karena aku berhasil membuat client menandatangani proyek yang di anggap penting untuk perusahaan aku bekerja. Ku ambil ponsel mungilku yang berada di dalam tas, ku lihat terdapat satu pesan masuk. Aku tersenyum lebar bisa ku duga itu pasti dari Christian. Namun ternyata dugaanku salah, satu pesan itu bukan dari Christian melainkan dari Kevin. Dia mengucapkan selamat atas keberhasilanku yang berhasil menangani proyek besar. Mengapa bukan Christian pria yang ku cintai yang mengucapkan itu? Mengapa harus Kevin? Mengapa selalu Kevin yang menemaniku ketika aku membutuhkan sesorang? Aku menghela nafas. perasaanku campur aduk sekarang, bukankah harusnya aku senang karena keberhasilanku ini? Entahlah.
Sudah larut malam tapi dia masih belum menghubungiku, mataku begitu lelah karena dari tadi aku terus memandangi ponselku itu tapi tetap saja tidak ada pertanda apapun mengenai kabar Christian. Dimana kamu Christian? Tidakkah dia merindukanku seperti aku merindukannya saat ini? Batinku.
Keesokan harinya, Pagi itu aku dikagetkan oleh telepon dari Mamaku. Sudah bisa ku duga pasti Mama akan menyakan ‘kapan aku menikah?’ pertanyaan yang membuat telingaku sakit karena entah seberapa seringnya Mama menanyakan hal itu,.
“Pagi sayang” sapa Mama dari sebrang sana
“Pagi mom, ada apa tumben pagi-pagi udah nelpon?” tanyaku dengan suara seperti orang yang baru bangun tidur.
“Gimana hubungan kamu dengan Christian? ”
Kata-kata itu seperti serangan yang di tembakkan Mama tepat di hatiku, aku terdiam sejenak. Haruskah aku jujur dengan Mama bahwa sudah seminggu ini dia tidak menghubungiku? Hubunganku dengannya ku kira baik-baik saja tapi kenapa aku merasa perasaanku tidak enak? Apa yang salah denganku? Apa yang salah dengan hubungan kami? Karena tidak seperti biasanya Christian berlaku seperti ini. Suara Mama mengagetkanku.
“Alex…. “ panggil Mama dengan suaranya yang lembut.
“Oh iya mah, tadi Mama nanya apa?”
“Iyaa tadi Mama nanya gimana hubungan kamu sama Christian? Tanya mama lagi
“Ba…..ik Mah” jawabku gugup,
“Kalau begitu kapan kalian menikah? Mama sudah tidak sabar melihat kamu menikah dan menimang cucu” kata mama dengan penuh harap
“Kami belum memikirkan hal itu mah” jawabku singkat
“Gimana sih si Christian itu apakah dia tidak serius menjalin hubungan denganmu? Kalian itu sudah lama berpacaran dan Mama kira umur kalian sudah pantas untuk menikah. Jadi apalagi yang mesti kalian tunggu? Lagian waktu dulu Mama sama Papa menikah waktu Mama umur dua puluh tahun dan blablabla….” Kata- kata Mama tiada henti-hentinya mendera ku dengan pertanyaan bertubi-tubi yang tidak bisa aku jawab.
“Kalau dia tidak juga menikahimu, Mama tidak segan-segan untuk menjodohkanmu dengan anaknya teman mama” kata Mama dengan nada sedikit mengancam.
“Tapi mah…… “
“Gak ada tapi-tapian !” potong Mama dengan Tegas
Setelah percakapanku dengan Mama pagi ini aku semakin tidak bersemangat. Yaa tidak seperti biasanya aku bangun sesiang ini, ku lirik jam kecil di atas meja di samping tempat tidurku. Sudah jam Sembilan pagi. Mungkin karena semalam aku baru bisa tidur jam tiga pagi. Untungnya hari ini libur jadi aku tidak perlu khawatir telat masuk kantor. Liburan kali terasa sangat menyebalkan pertama karena Christian belum menghubungiku, kedua karena kata-kata Mama yang berhasil membuat perasaan ku hancur tak karuan, dan ketiga karena biasanya setiap liburan Christian selalu menemaniku menonton film, webcame an, atau menelfon untuk sekedar mendengarkan suaranku. Tapi sepertinya aku tidak akan mendapatkan itu semua sekarang, jangankan menemaniku menonton mengabariku saja sudah syukur. Akhirnya, aku memutuskan untuk mengirim pesan terlebih dahulu. “Hey, where are you dear?” kataku kemudian menekan tombol send. Aku segera mandi. Selesai mandi ku raih ponselku yang ku taruh di atas tempat tidurku, lagi lagi tidak ada satupun kabar mengenai Christian. I’m waiting for you, where are you? Don’t you miss me now? Apakah sesibuk itu sampai sekedar untuk mengabarkanku saja tidak punya waktu? Bahkan di saat libur seperti ini? tanyaku dalam hati, aku mencoba tidak berfikiran negative tapi tidak bisa ku pungkiri bahwa perasaanku saat ini tak menentu. Rasanya aku ingin sekali pergi ke tempat yang jauh dari keramaian dan aku ingin teriak sekencang-kencangnya. Aku tidak menyalahkan keadaan ini, aku tidak menyalahkan jarak yang memisahkan kita tapi aku menyalahkan diriku sendiri yang tak bisa berbuat apa-apa ketika aku merindukanmu.
Hari demi hari ku lewati tanpa kehadiran Christian. Sudah hampir dua minggu aku tidak mendengar suaranya, setiap aku mencoba menghubunginya handphonenya selalu tidak aktif. Tiba-tiba aku berfikir Apakah Christian masih mencintaiku seperti dulu? Sudahkah dia menemukaan seseorang pengganti diriku disana? Air mataku mengalir begitu saja, kuatkah aku menerima bahwa hubunganku yang sudah hampir empat tahun ini hancur begitu saja karena jarak yang memisahkan kita, perbedaan waktu, atau karena seseorang yang pasti lebih segalanya dariku? Entahlah aku menahan pahit atas kemungkinan-kemungkinan alasan mengapa dia sudah tidak menghubungiku lagi. Aku menghela napas panjang, ujung mataku melihat sosok pria berdiri di depan pintu ruanganku. Buru-buru aku menghapus air mata yang membasahi pipiku.
“Morning lex” sapanya saat memasuki ruanganku
“Morning vin” jawabku datar
“Oh iya nanti malem ada acara?”
“Hem kayanya gaada, knp?”
“Yaudah kalo gitu nanti malem gue tunggu di café taria jam delapan malam ya, okey……… “ katanya seraya meninggalkan ruanganku. Belum sempat aku menjawab ajakannya itu tapi Kevin sudah pergi tanpa permisi.
Waktu sudah menunjukkan jam setengah delapan malam. Café taria tempat aku bertemu dengan Kevin letaknya hanya tiga puluh menit dari tempat tinggalku. Taksi yang membawaku meluncur cepat membelah jalanan ibu kota Jakarta yang malam itu tidak terlalu ramai. Sesampainya di café taria aku segera masuk dan ku lihat sosok pria berkulit putih dengan wajahnya yang oriental, dia mengenakan kemeja blue dengan lengan di gulung hingga siku. Harus ku akui pesonanya sempat membuatku begitu menyukainya ketika kami masih sama-sama duduk di bangku SMU. Aku segera menghampirinya dengan sigap dia mempersilahkan aku duduk. Suasana malam itu memang terasa begitu sangat romantic dengan lagu jazz yang berlantun di tengah percakapan kami.
“Lex ada yang pengen aku omongin sama kamu” katanya
“Apa? kayanya serius banget” jawabku penasaran
“Aku…… Aku Sayang kamu lex” katanya dengan terbata-bata
“Hah?” aku terkejut mendengar kata-kata Kevin, kata-kata itu membuatku hampir tersendak.
“Aku tau mungkin kamu ga percaya atau menganggapku bercanda, tapi aku bener bener sayang sama kamu lex” katanya meyakinkan.
Ku lihat tatapan kejujuran dari matanya. Baru kali ini aku melihat Kevin yang iseng itu seserius ini dan aku tau dia sedang tidak berbohong sekarang. Kata-kata yang pernah aku inginkan dulu di ucapkan olehnya sekarang benar-benar terjadi, nyata. Sayangnya kata-kata itu di ucapkan saat aku telah bersama orang lain, bersama Christian. Pria yang sangat aku cintai sekarang dan tak mungkin aku mengkhianatinya. Tapi bagaimana mungkin aku masih bisa berfikiran seperti itu setelah apa yang dia lakukan padaku? Sekarang dia bahkan tidak memperdulikan aku lagi, Tidakkah aku lelah dengan penantian ini? Hah, entahlah!
Setelah dinner Kevin mengantarkanku pulang, suasana di mobil Kevin sangat berbeda dengan biasanya sunyi, tak ada satupun pembicaraan disana. Sesampainya di rumah, Kevin menghantarkan aku sampai ke depan pintu. Aku mengucapkan terima kasih. Dia hanya mengangkat tangan sedikit lalu mengucapkan selamat malam, lalu berbalik ke mobil. Tiba-tiba ku lihat sosok pria duduk di terasku, sosok pria yang selama ini aku tunggu. Benarkah dia ada di depan mataku sekarang? Apakah ini hanya ilusi ku saja karena aku begitu merindukannya? Entahlah kalau pun ini hanya mimpi aku ingin mimpi ini tidak cepat berakhir. Aku ingin menyentuh wajahnya, memeluknya, dan menyandarkan tubuhku di bahunya. Christian, Christian…. I miss you so badly ! batinku.
“Inikah yang kau lakukan selama aku tidak ada?” tanyanya, kata-kata itu menyadarkan aku bahwa ini bukan mimpi ini nyata. Tapi mengapa harus kata-kata itu yang pertama keluar dari mulutnya.
“maksudmu?”
“Iya berkencan dengan pria lain” jawabnya ketus
“Dia hanya teman kantorku tidak lebih Christian” kataku menjelaskan
“Aku sudah melihat semuanya lex, tadi mbo inah bilang kalo kamu pergi ke café taria makanya aku menyusulmu tapi apa yang aku dapet aku mesti melihat perempuan yang aku cintai menyatakan perasaanya kepada pria lain”
“itu semua gak kaya yang kamu liat Christian, kamu salah paham” Jawabku berusaha menjelaskan.
“Salah paham katamu? Jelas-jelas aku mendengar bahwa kamu juga menyukainya, Itukah yang kamu bilang salah paham? Apakah kamu sudah lelah dengan hubungan ini? Makanya kamu memutuskan untuk memilih pria yang bisa selalu bersamamu” Tanyanya geram
Aku hanya bisa menangis saat itu, kata-kata yang di lontarkan Christian begitu menyakitkan untukku. Tidakkah dia percaya padaku selama ini? Bukankah dia yang menghancurkan cinta ini? Bukankah dia yang selama ini menggantungkanku tanpa kabar apapun? Tidakkah dia tau bahwa aku begitu mencintainya hingga aku tidak bisa mencintai orang lain selain dirinya? Aku bahkan tidak pernah lelah menunggunya. Menunggunya mengabariku, menunggunya kembali untukku. Tapi kata-kata Christian seolah mengancurkan semua harapan yang aku buat selama ini, air mataku mengalir begitu derasnya. Sesuatu yang menyakitkan adalah ketika seseorang yang kamu cintai tidak mempercayaimu. Yaah, itulah yang yang kurasakan saat ini.
Sudah dua hari aku mengurung diri di kamar. Mama dan Papa membujukku untuk keluar dari kamar. Namun aku enggan menikmati udara di luar sana. Aku masih menangis, tiba-tiba seseorang menyentuh kepalaku begitu lembut.
“Maafin aku cupid” katanya
“Mau ngapain lagi kamu kesini? Sudah puaskah kamu membuatku menangis setiap hari?” jawabku geram
“Aku udah tau semuanya dari Kevin tadi pagi dia menemuiku dan menjelaskan semuanya padaku. Maaf atas semua perlakuaan ku padamu selama ini cupid” katanya dengan nada merasa bersalah.
“Maaf katamu?”
“Aku tau semua ini salahku, sebenarnya aku sengaja tidak menghubungimu dan membalas pesanmu karena aku ingin melihat kesungguhan cintamu padaku, tiga minggu yang lalu aku meminta restu kepada kedua orang tuamu untuk segera menikahimu dan orang tuamu tidak keberatan membantuku. Semuanya sudah aku siapkan untuk pernikahan kita”
“Jadi selama ini kalian semua membohongiku? Setelah apa yang kamu lakukan apa kamu masih berfikir bahwa aku masih mau menikah denganmu Christian?” Tanyaku ketus.
“Aku harap begitu….” Jawabnya sambil menundukkan kepala
"Kalau begitu kamu salah Christian, aku tidak ingin menikah dengan seseorang yang telah membohongiku !" Jawabku meyakinkan
Kulihat rasa bersalah didiri Christian, matanya seolah menggambarkan kesedihan.
Kulihat rasa bersalah didiri Christian, matanya seolah menggambarkan kesedihan.
“Ha…Ha… Ha satu sama Christian” Kataku dengan gelak tawa.
“Dasar cupid hampir saja kau membuatku patah hati” Jawabnya
Sesuai waktu yang di tentukan akhirnya aku menikah dengan Christian. Gemerlap lampu menghiasi ruangan dengan dekorasi serba putih. Disudut ruangan tampak karangan mawar putih kesukaanku. Terdengar juga lantunan lagu romantic berjudul ‘My Endless Love’ yang membuat suasana pagi ini menjadi lebih indah. Saat yang ku tunggu-tunggu akhirnya akan segera datang, Setelah ini aku akan tinggal bersama Christian di prancis. Dan bisa ku bayangkan betapa bahagianya aku nanti. Seorang penghulu telah berada di depan kami berdua membimbing kami untuk mengucapkan janji suci.
“Bersediakah kamu Christian Ferdinand menerima Brittany Alexandria sebagai pasangan hidupmu? Menerima dia dalam suka dan duka sampai maut memisahkan kalian?”
“Iya saya bersedia” jawab Christian dengan lantang.
“Bersediakah kamu Brittany Alexandria menerima Christian Ferdinand sebagai pasangan hidupmu? Menerima dia dalam suka dan duka sampai maut memisahkan kalian?”
“iya saya bersedia” jawabku sambil tersenyum.
Kemudian ketika semua orang sibuk dengan karangan bunga yang baru saja aku lempar. Dia menatap mataku, ku lihat binar-binar kebahagiaan disana.
“I love you so much cupid, what ever your condition. Just remember that you are one for me. Trust me….” Bisiknya di telingaku dengan lembut. Kecupaan hangat mendarat di keningku kemudian dia memelukku erat.
“I love you to Christian… I trust you and you will be in my hearts” jawabku
Sekarang ku sadari bahwa penantianku selama ini berakhir bahagia. Impianku untuk hidup bersama Christian sekarang benar-benar terwujud. Dan berkat rasa cintaku padanyalah yang membuatku bertahan sejauh ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar