Jumat, 21 Oktober 2011

love is never die

"Maafin aku tapi aku rasa ini yang terbaik, aku udah nggak bisa menyayangi kamu seperti dulu lagi."

"Tapi kenapa? Apa Karena wanita itu, hah? Jawab aku, Ran!" kata Silvia terisak sambil meneteskan air mata.

"Aku takut nyakitin perasaan kamu, Vi. Aku nggak mau kamu terus-terusan sedih karena jarang ketemu sama aku," jawabnya sambil menghapus air mata Silvia.

"Justru dengan gini kamu udah nyakitin perasaan aku, Ran. Kamu yang udah ngebuat aku bermimpi tentang kita tapi kamu juga yang udah ngerusak semua mimpi-mimpi itu!" ujar Silvia sambil melepas tangan Randy yang saat itu sedang berusaha menenangkannya.

"Iyaa... aku tau, tapi aku juga nggak bisa boongin perasaan aku, Vi, kalo rasa sayang aku ke kamu udah nggak seperti dulu lagi," jawab Randy.

"Kenapa nggak bisa seperti dulu lagi? Kenapa, Ran? Jawab aku!"

Randy hanya bisa terdiam. Baru kali ini Silvia yang dikenalnya begitu lembut itu bisa semarah itu padanya.

Bagaimana tidak ? Mana ada seorang wanita yang tetap bersikap biasa saja setelah tahu orang yang disayanginya lebih memilih wanita lain dari pada dia ?
You don't know how much it hurts until he finally tells you who he likes, and it's not your name.

"Kenapa kamu diam, Ran? Apa kamu bener-bener menyukai dia?"

"Iya aku suka dia, Vi. Maaafin aku, tapi aku nggak bisa boongin perasaan aku lagi. Apa aku salah jujur ke kamu?"

"Kamu masih nanya ke aku apa kamu salah? Perasaan kamu di mana sih, Ran? Kenapa kamu nggak mikirin perasaan aku gimana pas kamu ceritain semua ini ke aku, Ran? Kenapa?!" jawabnya dengan mata berkaca kaca

"Aku nggak pernah sama sekali nyelingkuhin kamu dan nggak pernah berniat buat itu, Vi."

"Kamu emang nggak nyelingkuhin aku, tapi apa yang kamu lakuin sekarang sama aja nyakitin perasaan aku dan rasanya lebih sakit daripada diselingkuhin!"

"Maafin aku, Vi, maafin aku yang gabisa jaga cinta kita, tapi aku nggak mau kamu semakin sakit lagi nantinya, aku tau kenyataan ini menyakitkan tapi aku harap kamu bisa terima."

"Ya udah cukup! Aku udah nggak mau denger lagi. Semoga kamu bahagia sama dia, dan jaga dia jangan pernah nyakitin perasaan dia, Ran!"

Yap saat ini aku berbohong, aku membohongi diriku sendiri berusaha tegar di hadapannya dan menunjukkannya kalau aku baik-baik saja.

Sesampainya di rumah, Silvia langsung masuk ke kamar dan menutup pintu kamarnya rapat-rapat. Air matanya terus mengalir. Ia hampir tidak percaya bahwa hubungannya yang sudah dibina dua tahun lebih, hancur begitu saja hanya karena seorang wanita yang baru dikenalnya, seorang wanita yang dianggapnya bisa lebih membuatnya nyaman. 

Hari-hari berikutnya Silvia menjalani kehidupannya sendirian tanpa kehadiran sosok Randy, So disparate so hurt, he hurt me but life must go on ! batinnya. Ia beruntung karena memiliki orang orang yang selalu membuatnya tersenyum dan tidak merasa sendirian. Setidaknya ketika aku bersama mereka aku bisa melupakannya sejenak, melupakan dia yang telah pergi bersama orang lain.

Sudah hampir sebulan Silvia bisa melewatinya, tapi perasaannya sama sekali tidak berubah. Aku masih sangat menyayanginya, menyayanginya seperti dulu ketika aku bersamanya. Aku masih ingat ketika aku sakit dia yang selalu khawatir dengan kondisi kesehatanku yang lemah, dia yang selalu mengalah untukku, dia yang selalu ada untukku dan dia yang selalu membuatku tersenyum… tapi semua itu dulu, dulu sebelum kejadian itu terjadi.

Sebenarnya sudah lama Silvia sering mengalami sakit yang teramat sakit di bagian dada, nyeri pada perut, demam, menggigil dan sering mengalami lelah yang luar biasa. Perasaan sakitnya itu seperti akan membunuhnya. Tapi ia sering sekali mengabaikan kondisi kesehatannya dan menganggapnya hal biasa. Akhirnya, hari ini dia memutuskan untuk memeriksa kesehatannya ke rumah sakit.

Sesampainya di rumah sakit, dokter menyarankan agar ia melakukan USG dan pemeriksaan darah. Silvia bertanya tanya dalam hatinya, sebenarnya ada apa denganku? Apa separah itu sampai harus di USG? Aku hanya capek saja, kenapa mesti seribet ini?  Semua pertanyaan itu tidak bisa ia dapatkan jawabannya. Sekarang ia harus menunggu hasilnya besok.

Keesokan harinya, Silvia mengambil hasilnya di rumah sakit. Dokter memberikan hasilnya dan menjelaskan semuanya. Setelah mendengar kata-kata dokter, ia hanya terdiam tak bersuara  seperti ingin menangis sekencang-kencangnya, tapi itu semua tidak dapat dilakukannya.


Tiba-tiba Randy menghubungiku kembali, kembali seperti pertama kali aku mengenalnya. Dia membuat hari hariku lebih bewarna, dia membuat aku merasa sangat dicintai seperti dulu dan tak bisa ku pungkiri aku merasa sangat senang sekarang.


Setelah beberapa lama mereka dekat, Randy memintanya kembali, kembali bersamanya seperti dulu. Tapi saat Silvia teringat sesuatu dia memutuskan untuk tidak menerima Randy lagi.

"Kenapa nggak bisa, Vi? Kamu masih sayang sama aku kan, Vi?" tanya Randy.

"Enggak! Aku udah nggak sayang sama kamu, Ran"

"Kamu bohong kan, Vi? Kalo kamu nggak sayang sama aku, buat apa kamu tetap baik sama aku? Buat apa kamu merhatiin aku lagi padahal kamu tau kalo aku udah nyakitin kamu? Buat apa, Vi?"

"Aku cuma nganggep kamu temen, Ran, gak lebih! Jadi, kamu jangan salah paham sama kebaikan aku! "

"Aku tau kamu lagi boong! Tatap mata aku bilang kalo kamu masih sayang sama aku! Aku tau aku udah nyakitin perasaan kamu dulu, tapi sekarang aku nyesel, Vi... aku sadar kalo cuma kamu orang yang aku sayang."

"Please, deh, Ran. Basi banget tau nggak?! Semua itu cuma masa lalu yang nggak akan bisa diulang! Lebih baik kamu sama dia. Dia yang lebih segalanya dari aku, Ran."

"Aku nggak mau sama dia, Vi, karena satu-satunya wanita yang aku sayangi itu cuma kamu! Nggak ada yang lain! Percaya sama aku kalo aku nggak akan pernah nyakitin kamu lagi, aku janji."


"Ke mana aja kamu? Kenapa baru nyadariin semua itu sekarang? Ke mana kamu waktu aku butuhin kamu? Kamu nggak ada, Ran! Terus, sekarang dengan gampangnya kamu mau minta aku buat balik lagi sama kamu? Emang aku ini apa? Aku punya perasaan, Ran, aku bukan boneka kamu yang dengan gampangnya ngikutin semua perintah kamu!"

Randy tidak menyangka Silvia bisa mengatakan itu semua, semua harapannya pupus. Randy merasa sangat menyesal dan bersalah karena telah menyianyiakan Silvia dulu, dan kalau saja waktu dapat berputar ia tidak akan melakukan hal bodoh yang akhirnya melukai perasaan Silvia.

Silvia pun langsung pergi meninggalkan Randy.

Seminggu kemudian Randy mendapatkan kabar dari Nayla, sahabat Silvia, kalau sekarang Silvia sedang dirawat di rumah sakit. Keadaannya sangat buruk, ia koma dan sering memanggil-manggil nama Randy.

"Vi, aku udah di sini kamu bangun ya...," ujar Randy sambil meneteskan air mata

"Lo yang sabar ya, Ran… jujur, gue sempet benci sama lo karena lo udah nyakitin Via, tapi gue juga nggak mau egois. Kalo aja gue nggak mikirin keadaan Via, mungkin gue nggak akan ngasih tau lo sekarang," kata Nayla sambil menepuk pundak Randy yang saat itu sedang berada di samping Via.

"Gue tau gue udah jahat banget, Nay, harusnya gue ada buat dia, tapi apa? Gue malah nyakitin dia, gue emang bego! Gue nggak berguna! Gue udah buat orang yang gue sayang kayak gini, Nay!" kata randy sambil memukul dan memarahi dirinya sendiri

"Udahlah, Ran, nggak ada gunanya juga lo marahanin diri lo sendiri. Semuanya udah terlambat, Ran!"

Tiba-tiba Via sadarkan diri, Nayla langsung menelpon orang tua Via yang berada di luar rumah sakit. Setelah orang tua Via datang. Mamanya langsung mencium kening anaknya itu dan air matanya membasahi kening Via.

"Mama kenapa nangis? Via nggak pa-pa kok, Ma... Mama sama Papa jangan khawatirin Via ya..."

"Mama nggak pa-pa, Sayang…  Mama cuma…," jawab mamanya sambil terisak karena tak kuasa menahan air matanya.

"Udah ya, Mama jangan nangis… Via nggak mau liat Mama nangis, Via sayang Mama dan Papa, Via sayang sama kalian semua…"


Mendengar kata-kata Via yang seperti itu, mereka semua yang berada di ruangan langsung meneteskan air mata. Mereka tidak habis fikir kenapa Via bisa setegar ini ?

"Kamu juga, Ran, Nay, kenapa nangis coba? Kan aku udah bilang aku nggak pa-pa…! Oh iya, Ran, boleh nggak aku meminta sesuatu?"


"Apa, Vi?" tanya Randy samar karena menahan air matanya

Randy langsung memeluk Via, memeluk wanita yang dicintainya itu sambil meneteskan air mata.
~~~

From : Silvia
To     : Randy


Waktu kamu baca surat ini mungkin aku udah pergi, aku udah nggak ada lagi di samping kamu. Sejak aku divonis oleh dokter mengidap kanker hati stadium akhir, aku berusaha menjalani hari-hariku dengan sebaik-baiknya. Ini salah satunya hal kenapa aku nggak bisa nerima kamu lagi, kenapa aku bilang kalo aku ga sayang kamu lagi, aku hanya nggak ingin kamu sedih saat aku nggak ada. Kamu tau nggak, Ran, gimana perasaan aku dulu? Gimana rasanya kalo orang yang kita sayang tiba-tiba pergi beitu aja buat orang lain? Gimana rasanya orang yang selama ini kita percaya tiba-tiba ngerusak kepercayaan kita gitu aja? Sakit, Ran, sakit banget! Tapi aku fikir ya udahlah itu keputusan kamu, tapi aku sama sekali nggak pernah benci sama kamu, aku selalu berdoa yang terbaik buat kamu meskipun perasaan aku ini sedih saat ngeliat kamu sama dia. Aku bahkan sempet nggak percaya kamu bisa ngelakuin itu semua ke aku, aku benci sama diri aku sendiri yang nggak bisa  ngelupain kamu. Tiap hari aku selalu minta supaya Tuhan ngapus rasa sayang aku ke kamu, Ran, tapi apa? Aku nggak pernah bisa ngelupain kamu bahkan sampai detik ini pun aku masih sayang sama kamu, Ran, sayang banget, bahkan mungkin sampai nanti aku menutup mataku untuk selama lamanya...
for my one and only man thank you for your huge, tears,  and endless love.
                                                                                                        
                                                                                                        With love
                                                                                                          

                                                                                                            Silvia
                                                             ~~~

Setelah membaca surat dari Silvia. Air matanya kini membasahi pipinya. Randy sangat terpukul. Ia merasa sangat menyesal telah menyianyiakan wanita yang sangat mencintainya. Ia juga menyalahkan dirinya sendiri karena telah menyakiti hati Via, menyakiti hati wanita yang ia cintai itu. Tapi saat ini ia sadar, betapa berartinya sosok Via. Saat ini juga ia harus merelakan kepergiannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar